Perbedaan Antara Mesir Kuno dan Mesopotamia Perbedaan Antara

Anonim

Pendahuluan

Peradaban kuno Mesopotamia dan Mesir keduanya difasilitasi oleh sungai-sungai yang mengalir di tengah-tengah mereka. Sungai Efrat, Tigris, dan Sungai Nil menyimpan lumpur di sepanjang tepian sungai yang membuat tanah sebelahnya sangat subur. Hal ini menyebabkan perkembangan kota seperti Ur dan Eriku di Mesopotamia, dan Thebes di Mesir kuno. Di Mesir, Sungai Nil berfungsi sebagai alat transportasi dan juga memberikan perlindungan dari musuh karena delta kelilingnya membuat invasi hampir tidak mungkin dilakukan. Mesir Kuno dan Mesopotamia, meskipun, memiliki perbedaan mendasar dalam cara masyarakat mereka diperintah, dan juga perkembangan tentang kehidupan budaya dan agama.

Perbedaan Antara Mesir Kuno dan Mesopotamia

Mesir Kuno memiliki struktur politik yang berbeda dari Mesopotamia. Di Mesir kuno, Firaun dianggap sebagai wakil dewa-dewa di bumi. Warga Mesir kuno percaya bahwa Firaun mereka adalah tuhan, dan menahan diri untuk tidak melihat langsung wajahnya bahkan ketika dihadapkan olehnya (Richards & Van Buren, 2000). Mayoritas bangsawan yang ditunjuk untuk menduduki posisi penting di Mesir kuno berhubungan dengan Firaun. Setelah kematiannya, hanya putra Firaun yang bisa menggantikannya. Di Mesopotamia kuno, masyarakat terdiri dari negara-negara regional yang memerintah sendiri selama sepuluh abad sebelum Sargon Agung diproklamirkan sebagai raja pada tahun 2370 SM (Brisch et al., 2008). Namun, warga Mesopotamia tidak menganggap raja atau penerusnya ilahi. Di Mesopotamia, sebagian besar ahli Taurat adalah anggota keluarga bangsawan dan tidak berhubungan dengan raja-raja yang memerintah.

Perbedaan besar lainnya antara Mesir kuno dan Mesopotamia berkaitan dengan budaya agama dan. Di Mesopotamia, wanita bisa mendapatkan izin untuk berpartisipasi dalam perdagangan, dan bahkan mengelola properti. Namun, ada peraturan yang tercantum dalam Kode Hammurabi yang mencegah mereka mewarisi properti begitu suami mereka meninggal (Suter & Croddy, 1983). Namun, di Mesir kuno, wanita diizinkan mengambil alih sepertiga sifat suami mereka saat mereka menjadi janda. Mesir Kuno dan Mesopotamia memiliki budaya yang sangat berkembang yang mendukung pengembangan gaya penulisan dan bahasa.

Di Mesopotamia, bangsa Sumeria mengembangkan sistem penulisan yang dikenal sebagai

runcing untuk memfasilitasi pelestarian catatan (Richards & Van Buren, 2000). Cuneiform, yang diekspresikan melalui bentuk pie, ditulis dalam tablet tanah liat yang kemudian akan terkena sinar matahari sampai kering. Di Mesir kuno, ahli-ahli Taurat menggunakan hieroglif untuk mengekspresikan gagasan dan konsep. Bahasa ini memiliki unsur abjad dan juga logo (Richards & Van Buren, 2000). Di Mesir kuno, seperti di Mesopotamia, banyak dewa dan dewi disembah. Di Mesopotamia, bangunan besar bernama ziggurats

berfungsi sebagai kuil dimana jamaah bisa berkorban dan berdoa (Connan, 1999). Di Mesir kuno, kuil adalah bangunan seperti rumah biasa dimana ritual sering dilakukan oleh para imam untuk menenangkan banyak dewa dan dewi. Orang Mesir kuno juga merawat diri untuk mempersiapkan kehidupan akhirat selama hidup mereka di bumi. Mereka percaya bahwa Ka, atau jiwa manusia, tidak dapat bertahan di alam baka tanpa tubuhnya (National Gallery of Art, 2015). Para imam Mesir kuno bertugas melakukan mumifikasi untuk memelihara mayat. Makam besar yang dikenal sebagai piramida dibangun untuk Firaun yang telah meninggal untuk menjaga tubuh dan barang-barang mereka, sehingga mereka dapat menggunakannya di alam baka. Seperti yang digambarkan pada Gilgamesh, Enkidu dan Netherworld, orang-orang Mesopotamia juga berhati-hati mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian (Brisch et al., 2008). Selain itu, mereka mengubur mayat di stoples keramik yang kemudian dimasukkan ke dalam penggalian, setelah pertama kali menutupi mereka di tikar atau karpet. Kesimpulan Peradaban Mesopotamia kuno dan Mesir berkembang pesat karena sungai-sungai panjang yang melonjak melintasi tanah mereka. Manusia menetap di sepanjang Sungai Nil di Mesir kuno, dan di dekat sungai Efrat dan Tigris di Mesopotamia mendapatkan keuntungan dari tanah subur yang kaya akan lumpur. Namun, ada perbedaan politik, agama, dan budaya yang signifikan antara kedua peradaban yang mempelopori pembentukan komunitas manusia.